Senin, 07 Januari 2008

B-12 KETABAHAN SELAMA KEKERINGAN YANG HEBAT

Suatu ketika, saat beliau masih menuntut ilmu, kota Baghdad mengalami kekeringan yang berat. Kondisi Baghdad sedemikian mengenaskan sehingga penduduk hanya bertahan hidup dari butiran butiran biji yang dapat mereka peroleh. Ketika sudah tidak ada bebijian, penduduk mulai memakan tanaman dan dedaunan pohon. Selama waktu ini, al Ghauts al A'zham RA bisaa pergi keluar dari kota untuk mencari makanan. Namun, ketika dilihatnya banyak orang lain yang juga mencari makanan di tempat itu, beliau akan kembali ke kota dengan tangan kosong, karena beliau berpikir bahwa tidak selayaknya beliau mengganggu orang lain yang dirasakannya lebih membutuhkan makanan dibandingkan dirinya. Seringkali beliau berhari hari tidak makan apapun.
Oleh karena rasa lapar yang sangat, beliau terpaksa mencari makanan di pasar Baghdad yang dikenal dengan sebutan Suq ar Raihanain. Ketika beliau memasuki pasar, rasa laparnya membuat beliau sedemikian lemah dan letih, sehingga beliau tidak bisa berdiri lagi. Beliau melihat sebuah masjid di dekat situ dan perlahan menyeret langkahnya menuju bangunan itu. Beliau memasuki masjid dan duduk bersandar pada dinding masjid untuk menahan tubuhnya yang lunglai agar tidak terkulai. Beliau duduk disana untuk beberapa lama. Kemudian beliau melihat seseorang memasuki masjid. Orang itu duduk di sebuah sudut dan membuka sebuah bungkusan yang berisi daging panggang dan roti. Syekh Abdul Qadir al Jilani RA mengisahkan bahwa orang itu kemudian mulai makan. Syekh Abdul Qadir al Jilani RA berkata, 'Rasa lapar itu sedemikian menyiksa sehingga setiap kali orang itu memasukkan sejumput makanan kedalam mulutnya, maka mulutkupun akan terbuka dengan sendirinya dan aku berharap seandainya aku juga mendapat sesuatu untuk dimakan'.
Ketika hal ini terus terjadi, al Ghauts al A'zham RA berkata kepada dirinya sendiri, 'Jangan hilang kesabaran. Percaya dan yakinlah kepada Allah'. Setelah mengucapkan kata kata ini, maka perasaan itu pun hilang. Selang sejenak, orang itu menghampiri Syekh Abdul Qadir al Jilani RA dan menawarkan beliau untuk ikut makan. Dengan sopan Syekh Abdul Qadir al Jilani RA menolak tawaran itu, namun orang it uterus mendesaknya. Karena terus menerus didesak, akhirnya Syekh Abdul Qadir al Jilani RA ikut makan bersamanya.
Sambil makan, orang tersebut bertanya kepada al Ghauts al A'zham RA mengenai dirinya. Beliau menjawab bahwa beliau berasal dari Jilan dan bahwa beliau tinggal di Baghdad untuk menuntut ilmu. Orang itu berkata bahwa ia juga berasal dari Jilan dan bertanya apakah dia mengenal orang bernama Abdul Qadir al Jilani. Syekh Abdul Qadir al Jilani RA menjawab, 'Nama saya Abdul Qadir al Jilani'.
Ketika lelaki itu mendengar perkataannya, mendadak dia bangkit berdiri dihadapan Syekh Abdul Qadir al Jilani RA dengan berurai air mata dan berkata, 'Maafkan saya, karena saya telah menyalahgunakan apa yang diamanahkan kepada saya'. Syekh Abdul Qadir al Jilani RA meminta orang asing itu untuk menjelaskan maksudnya. Orang asing itu kemudian berkata, 'Ketika saya berangkat dari Jilan, saya berjumpa dengan seorang wanita lanjut usia yang menitipkan 8 dirham pada saya untuk diserahkan kepada putranya, Abdul Qadir, yang sedang belajar di Baghdad. Oh Abdul Qadir, makanan yang saya makan itu berasal dari 8 dirham yang dititipkan ibu anda. Saya telah berusaha mencari anda, namun tidak berhasil dan oleh karenanya, saya harus tinggal lebih lama di Baghdad dari yang semula direncanakan. Akibatnya, uang saya habis dan oleh karena rasa lapar yang tak tertahankan, saya mempergunakan sebagian uang anda untuk membeli makanan yang kita makan bersama ini. Oh, Abdul Qadir, bukan saya yang memberi anda makan, tetapi andalah yang memberi saya makan. Maafkanlah saya karena telah mengkhianati amanah yang saya terima'.
Syekh Abdul Qadir al Jilani RA dengan sangat lembut dan penuh kasih, memeluk orang asing itu dan memuji kejujuran dan ketulusannya. Kemudian beliau memberikan semua makanan yang masih tersisa dan sebagian dari 8 dirham itu kepada si orang asing, kemudian mengucapkan kata perpisahan.
Peristiwa ini menunjukkan dengan jelas bahwa Syekh Abdul Qadir al Jilani RA lebih mementingkan kebutuhan orang lain dibandingkan kebutuhan dirinya sendiri. Meskipun pada saat itu beliau sendiri sangat membutuhkan, beliau masih sangat peka terhadap kesusahan orang asing ini. Tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri ini merupakan pelajaran dalam perilaku yang harus diteladani setiap orang.

Tidak ada komentar: