Senin, 07 Januari 2008

B-2 KISAH KISAH KELUARGA BELIAU YANG TERKENAL

SAYYID ABDULLAH SUM'I
Beliau adalah kakek kandung al Ghauts al A'zham Syekh Abdul Qadir al Jilani RA. Beliau adalah orang yang sangat penyabar, rendah hati dan jujur. Rumah beliau berfungsi sebagai tempat penampungan fakir miskin dan yatim piatu. Beliau adalah termasuk masyaikh besar Jilan. Beliau dikenal sebagai Shahib al Karamah yang agung, artinya, beliau melakukan banyak karamah yang disaksikan ribuan orang, yang akhirnya banyak dari mereka menjadi murid beliau dengan bergabung ke dalam tarekat beliau. Suatu ketika, sekelompok murid beliau sedang mengadakan perjalanan dagang ke Samarkand. Para perampok menghadang mereka. Para murid segera memanggil nama beliau untuk meminta pertolongan. Mendadak, mereka melihat beliau berdiri di samping mereka dan berkata – dalam kondisi Jalal – kepada para perampok, 'Tuhan kita Suci terbebas dari segala cacat. Wahai para perampok, jangan ganggu (murid muridku)'. Ketika para perampok mendengar kata kata ini, mereka lari berhamburan, meninggalkan para murid dalam keadaan selamat tanpa kurang suatu apapun. Setelah peristiwa itu, para murid mencari Sayyid Abdullah Sum'I RA, namun beliau tidak ada dimanapun. Ketika para murid itu kembali ke Jilan, mereka menceritahakan kejadian itu kepada orang orang. Mereka diberitahu bahwa sang wali Allah nana gung tersebut sama sekali tidak pernah terlihat meninggalkan kota Jilan pada jangka waktu peristiwa itu terjadi !.

SAYYIDAH AISYAH ZAHIDAH RDA
Beliau adalah bibi dari pihak ayah al Ghauts al A'zham Syekh Abdul Qadir al Jilani RA. Beliau adalah wanita yang sangat berbudi dan salehah. Seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengingat Allah. Penduduk Jilan sangat mengenal kesalehan dan keikhlasan beliau dalam ibadah. Mereka bisaa mendatangi beliau pada saat membutuhkan dan menghadapi cobaan berat, untuk meminta beliau mendoakan mereka. Suatu kali, terjadi masa kekeringan yang sangat panjang di Jilan, yang menimbulkan kekurangan makanan dan air. Masyarakat Jilan berdoa memohon hujan kepada Allah, tetapi tiada hasil. Akhirnya, mereka berpaling pada Sayyidah Aisyah Zahidah RDA dan meminta beliau untuk berdoa memohon hujan. Setelah mendengarkan permohonan mereka, beliau pergi ke halaman depan rumahnya yang bersahaja dan kemudian menyapu debu hingga ke sebuah sudut. Ketika selesai, beliau berkata dengan penuh kekhudhuan, 'Ya Allah!. Tugasku adalah menyapu debu, kini yang perlu Kau lakukan hanya menyiram'. Baru saja beliau selesai mengucapkan kata kata itu, awan gelap mulai menggumpal dan mulailah turun hujan. Usai sudah kemarau panjang di Jilan. Beliau tinggal di Jilan hingga wafat, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas beliau.

SAYYID ABU SHALIH DAN SAYYIDAH UMMUL KHAIR FATHIMAH RDA
Mereka adalah orangtua al Ghauts al A'zham Syekh Abdul Qadir al Jilani RA. Mereka berdua adalah orang yang sangat soleh dan rendah hati. Ayah beliau juga merupakan pakar dalam taktik jihad dan oleh karenanya beliau digelari Jangi Dost. Sayyidah Ummul Khair Fathimah RDA adalah seorang abidah dan zahidah. Setelah membaca peristiwa yang menyebabkan pernikahan kedua pribadi mulia ini, serta kelahiran Syekh Abdul Qadir al Jilani RA, bukan hanya hati kita akan tersentuh oleh lentera iman, tetapi kita juga akan memahami kemuliaan status Syekh Abdul Qadir al Jilani RA melalui keagungan dan kesucian orangtua beliau. Dikisahkan bahwa Sayyid Abu Shalih RA pada saat puncak usia mudanya, beliau menghabiskan sebagian besar waktunya di medan jihad. Suatu ketika, saat beliau menjalankan ibadah di tepi sebuah sungai, beliau merasa lapar, karena beliau tidak makan tiga hari tiga malam. Ketika keinginan ini muncul, beliau melihat sebutir apel terapung di sungai, menghampiri beliau. Beliau turun ke sungai dan memungut apel itu. Setelah beliau memakan apel tersebut, tiba tiba sebuah pikiran terlintas di benaknya, yaitu asal buah yang telah dimakannya itu. Dia berpikir bahwa meskipun apel itu terhanyut di sungai, pastilah apel itu milik seseorang, sehingga dia pastilah memakan apel itu tanpa ijin pemiliknya. Dia segera menyusuri tepian sungai itu, mencari asal apel. Dia telah berjalan cukup lama, hingga akhirnya dia tiba di sebuah kebun. Disana dia melihat sebatang pohon apel. Dahan dahan pohon itu terjulur diatas sungai. Bebuahan apel dari pohon itu jatuh ke sungai dan terhanyut ke hilir.
Setelah melihat hal itu, beliau segera memahami bahwa apel yang telah dimakannya itu berasal dari pohon tersebut. Beliau memasuki kebun dan bertanya siapakah pemiliknya. Beliau diberitahu bahwa pemiliknya adalah Sayyid Abdullah Sum'I RA. Beliau menemui sang pemilik dan menjelaskan peristiwa yang dialaminya. Beliau kemudian memohon Sayyid Abdullah Sum'I RA untuk memaafkan perbuatannya itu.
Setelah menyimak Sayyid Abu Shalih RA, Sayyid Abdullah Sum'I RA segera menyadari orang ini bukan pemuda bisaa. Tanpa keraguan, beliau paham bahwa sang pemuda adalah hamba pilihan Allah. Syekh Abdullah Sum'I RA setuju untuk memberikan maaf berkenaan dengan apel tersebut, asalkan dengan satu syarat. Syarat itu adalah Sayyid Abu Shalih RA harus merawat kebun itu sekaligus menjalankan jihad selama 10 tahun. Syekh Abu Shalih RA menerima syarat ini dengan penuh rasa syukur.
Beliau bekerja di kebun itu selama hampir 10 tahun, sekaligus menjalankan jihad pula. Setelah lewat 10 tahun, beliau kembali menemui Sayyid Abdullah Sum'I RA untuk dimaafkan. Syekh Abdullah Sum'I RA memintanya bekerja selama 2 tahun lagi, yang lagi lagi beliau terima tanpa keberatan. Setelah lewat 2 tahun, beliau kembali menemui Sayyid Abdullah Sum'I RA dan meminta dimaafkan. Syekh Abdullah Sum'I RA bersedia memaafkan beliau dengan 1 syarat terakhir.
Beliau berkata, 'Wahai Abu Shalih!, aku punya seorang putrid yang kedua kaki dan kedua tangannya lumpuh. Dia juga tuli dan buta. Aku ingin kau menikahinya'.
Kebanyakan orang pasti akan menolak persyaratan semacam ini, namun Sayyid Abu Shalih RA menerimanya. Setelah pernikahan, beliau memasuki kamar untuk menjumpai istrinya untuk pertama kali. Dengan sangat heran, beliau melihat seorang wanita cantik jelita dan normal tidak cacat suatu apapun, duduk menanti di kamar itu. Beliau berpikir bahwa pasti telah terjadi kesalahpahaman sehingga wanita itu masuk ke kamar itu. Beliau bergegas keluar dari kamar menemui Syekh Abdullah Sum'I RA. Saat melihat beliau kebingungan, Syekh Abdullah Sum'I RA tersenyum dan kemudian berkata, 'Jangan takut, dialah putriku, semua yang aku katakana padamu tentang putriku adalah benar. Aku berkata bahwa kakinya lumpuh, karena dia belum sekalipun melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Kukatakan tangannya lumpuh, karena dia tidak pernah sekalipun melarang hal yang dilarang syariat. Kukatakan dia buta, karena dia belum pernah memandang orang selain mahramnya dan kukatakan dia tuli, karena dia belum pernah mendengarkan suatu patah kata pun yang bertentangan dengan syariat'.
Ketika Sayyid Abu Shalih RA mendengar perkataan ini, beliau tahu bahwa tidak satu saat pun dalam 12 tahun yang dijalaninya bernilai sia sia, dan setiap saat dalam pengabdian beliau kepada Sayyid Abdullah Sum'I RA memiliki nilai yang melebihi apapun yang dapat dibayangkannya. Dari kedua hamba Allah dan pengikut setia Nabi Muhammad SAAW inilah al Ghauts al A'zham Syekh Abdul Qadir al Jilani terlahir.

Tidak ada komentar: