Senin, 07 Januari 2008

B-20 KETEGUHAN DALAM MEMEGANG SYARIAT

Setelah memperoleh ilmu agama dan ruhani yang tinggi, Syekh Abdul Qadir al Jilani RA bukan hanya menjadi orang yang sangat saleh dan berilmu, namun juga merupakan cahaya pembimbing orang orang yang tersesat dan merupakan sebuah gunung yang tak tergoyahkan dalam menentang kemungkaran. Beliau menyatakan bahwa hingga Hari Kiamat, tak seorangpun bisa mengubah syariat. Siapapun yang menentang syariat, berarti dia adalah setan. Putra beliau, Syekh Dhiya ad Din Abu Nashr Musa RA menyatakan, 'Ayahku suatu kali mengatakan kepadaku bahwa suatu hari beliau menjalani mujahadah di dalam sebuah hutan, dan kemudian beliau merasa haus. Tiba tiba, segumpal awan hitam muncul di atas beliau dan menurunkan hujan. Beliu minum dan meredakan dahaganya, karena ini adalah rahmat dari Allah. Beliau berkata bahwa setelah beberapa saat segumpal awan lain muncul, memancarkan cahaya yang sedemikian terang sehingga seluruh langit menjadi benderang. Beliau berkata bahwa kemudian dilihatnya suatu sosok di dalam awan yang berkata, 'Wahai Abdul Qadir, Akulah Penciptamu. Telah ku halalkan segala sesuatu bagi dirimu'. Mendengar hal ini, beliau membaca taawwudz dan seketika itu pula cahaya itu lenyap dan berubah menjadi kegelapan. Sebuah suara kemudian bekata, 'Wahai Abdul Qadir, Allah telah menyelamatkanmu dari dirimu berkat ilmu dan kesalehanmu. Padahal, aku telah banyak menyesatkan sufi dengan menggunakan perangkap ini'. Al Ghauts al A'zham menjawab, 'Sesungguhnya ini adalah berkah rahmat Penciptaku yang selalu menyertaiku'. Kemudian aku bertanya kepada ayahku bagaimana beliau tahu bahwa itu adalah setan, dan beliau menjawab, 'Dari perkataannya bahwa dia telah membuat yang haram menjadi halal bagiku, karena Allah tidak pernah memerintahkan kemungkaran'.

KETEGUHAN DALAM PERKATAAN
Setelah kejadian dengan setan ini, beliau melanjutkan perjuangannya di jalan Allah dengan keimanan dan kesalehan yang makin kuat. Beliau berdiam di sebuah menara tua di pinggiran Baghdad, dimana beliau melaksanakan ibadah dan tenggelam dalam zikir kepada Allah. Suatu saat, ketika duduk di tempat ini, beliau memasuki keadaan ruhani yang sangat dalam, yang menimbulkan kejadian berikut ini. Al Ghauts al A'zham RAsendiri mengisahkan kejadian tersebut. Beliau berkata, 'Saat duduk di sebuah menara di luar kota Baghdad, aku memasuki keadaan ruhani yang sangat dalam, dimana aku membuat sumpah kepada Allah bahwa aku tidak akan makan atau minum apapun kecuali ada yang meletakkan sesuap makanan atau setetes air kedalam mulutku dengan tangan mereka sendiri'. Setelah mengucapkan sumpah ini, aku melewati 40 hari tanpa makan dan mimum. Setelah lewat 40 hari, seorang tak dikenal datang dengan membawa roti dan kari. Dia meletakkannya di hadapanku dan pergi. Oleh karena rasa lapar yang hebat, nafsuku berkeinginan terhadap makanan itu, tetapi jiwaku mencegahku dan mengingatkan akan sumpahku kepada Allah. Kemudian, aku mendengar sebuah suara dari dalam diriku yang berseru, 'Aku lapar, aku lapar'. Aku tidak mengindahkannya, karena itulah nafsuku, dan aku melanjutkan berzikir kepada Allah.
Pada saat itulah Syekh Abu Said al Makhzumi RA berlalu di depan tempat itu. Berkat daya ruhaninya, beliau mendengar suara dari dalam perutku itu. Dia menghampiriku dan berkata, 'Wahai Abdul Qadir, suara apakah itu ?.' Aku berkata, 'Ini adalah ketidaksabaran nafsu, jika tidak, maka jiwa akan terdamaikan'. Beliau kemudian berkata, 'Datanglah ke rumahku', beliau kemudian pergi. Dalam benakku, terlintas pikiran bahwa aku tidak akan pergi kecuali seseorang memaksaku. Saat itulah Hadhrat Khidhr AS datang dan berkata, 'Bangkitlah dan pergilah ke rumah Abu Said al Makhzumi'.
Maka aku bangkit dan pergi ke rumah Syekh Abu Said al Makhzumi RA dan menjumpai dia sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Saat melihatku dia berkata, 'Wahai Abdul Qadir, apa kata kataku tidak cukup, sehingga Khidhr AS harus memerintahmu'. Sambil berkata demikian, dia membawaku masuk ke rumahnya dan menyuapiku dengan tangannya sendiri sampai aku cukup kenyang'.

Tidak ada komentar: